Mahar atau Mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. Istilah yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar adalah pihak keluarga atau mempelai perempuan. Secara antropologi, mahar seringkali dijelaskan sebagai bentuk lain dari transaksi jual beli sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita pihak keluarga perempuan karena kehilangan beberapa faktor pendukung dalam keluarga seperti kehilangan tenaga kerja, dan berkurangnya tingkat fertilitas dalam kelompok.
Di indonesia, istilah mahar tidak hanya digunakan secara terbatas pada pernikahan. Penganut paham mistisisme kadang-kadang menggunakan istilah yang sama dalam proses pemindahan hak kepemilikan atas benda-benda yang dipercaya memiliki kekuatan tertentu seperti keris, akik, dan benda-benda lainnya. Mahar juga kadang-kadang diartikan sebagai pengganti kata biaya atas kompensasi terhadap proses pengajaran ilmu ataupun kesaktian dari seorang guru kepada orang lain.
Dilihat dari SEJARAH
Meskipun tidak ada sumber resmi yang menyebutkan secara jelas, budaya mahar dipercaya sudah ada sejak zaman purbakala seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Penemuan tertua yang mengatur tentang tata cara pemberian mahar tercatat pada piagam Hammurabi yang menyebutkan:
- Seorang laki-laki yang telah memberikan mahar kepada seorang mempelai wanita namun kemudian mempersunting wanita lain tidak berhak mendapat pengembalian atas mahar yang telah diberikannya, namun apabila ayah dari mempelai wanita menolak menikahkan maka laki-laki tersebut berhak atas pengembalian mahar yang telah diberikannya.
- Jika seorang istri meninggal tanpa sempat melahirkan seorang anak laki-laki, ayah dari istri tersebut harus memberikan mahar sebagai gantirugi kepada pihak laki-laki, setelah dikurangi nilai dari mahar yang diberikan pihak laki-laki.
Dilihat dari sudut pandang AGAMA
Pemberian mahar dalam pernikahan tidak hanya sebatas budaya yang berlaku dalam peradaban manusia, tata cara dan pemberian mahar bahkan diatur dalam kitab suci beberapa agama:
Islam
Mahar dalam agama islam dinilai dengan menggunakan nilai uang sebagai acuan, hal ini disebabkan karena mahar merupakan harta dan bukan semata-mata sebagai sebuah simbol. Wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Mahar juga dapat berupa mushaf Al-Qur'an serta seperangkat alat salat. Agama islam mengizinkan mahar diberikan oleh pihak laki-laki dalam bentuk apapun (cincin dari besi, sebutir kurma, ataupun jasa), namun demikian mempelai wanita sebagai pihak penerima memiliki hak penuh untuk menerima ataupun menolak mahar tersebut.
Kristen
Praktek pemberian mahar dalam agama kristen ditemukan dalam alkitab, pada perjanjian lama, Exodus 22:16-17 yang menyebutkan:
- Jika seorang laki-laki mengambil mahkota (keperawanan) seorang wanita yang tidak dijanjikan untuk dinikahinya, kemudian tidur bersamanya. Maka ia harus membayar sejumlah mahar, dan wanita tersebut harus menjadi istrinya. Jika ayah dari perempuan menolak untuk menikahkan keduanya, maka laki-laki tersebut tetap harus membayarkan sejumlah mahar tersebut atas keperawanan yang telah ia ambil.
sumber : wikipedia